cover
Contact Name
Dedi Mulyadi
Contact Email
d3dimulya@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
riset.geotek@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan
ISSN : 01259849     EISSN : 23546638     DOI : -
Core Subject : Science,
RISET (Indonesian Journal of Geology and Mining) welcomes article submissions dealing with Geology; Applied Geophysics; Mining.
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 26, No 1 (2016)" : 6 Documents clear
GEOLOGI TEKNIK SEDIMEN KUARTER DAN BAHAYA AMBLESAN, LIKUIFAKSI DI SERANGAN – TUBAN – TANJUNG BENOA, BALI Eko Soebowo
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 26, No 1 (2016)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2294.788 KB) | DOI: 10.14203/risetgeotam2016.v26.279

Abstract

Wilayah pesisir pada cekungan sedimen Kuarter di daerah Serangan – Tuban – Tanjung Benoa, Bali Selatan sebagai kawasan pengembangan tataruang dan infrastruktur perlu mendapat perhatian terkait dengan kondisi geologi teknik bawah permukaan dan ancaman bahaya geologinya. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik geologi teknik sedimen bawah permukaan berkaitan dengan ancaman bahaya amblesan dan likuifaksi. Metode penelitian meliputi pemboran teknik, pengujian penetrasi konus, pengujian laboratorium geoteknik dan analisis geologi teknik.  Hasil penelitian menunjukkan ketebalan sedimen Kuarter mencapai kurang lebih 20 meter, terdiri dari tanah penutup, lempung, lanau – lempung, perselingan lanau - pasir lempungan, sisipan kerikil, pasir kasar dan batugamping sebagai batuan dasar. Keberadaan lapisan lempung sangat lunak hingga lunak, plastitas tinggi, kuat geser rendah, dicirikan nilai tahanan konus qt  < 2 MPa dan nilai  N-SPT  < 2  pada kedalaman –0,5 hingga –20 meter tersebar di Serangan – Tuban, mengindikasikan ancaman bahaya amblesan. Sedangkan keberadaan lapisan lanau – pasir sangat lepas-lepas, dicirikan nilai tahanan konus qt  < 5 MPa dan nilai  N-SPT  < 10 di permukaan hingga kedalaman -15 m  tersebar di daerah Kedonganan – Tanjung Benoa – Serangan, mengindikasikan kerentanan terhadap likuifaksi akibat gempabumi.  Gambaran sifat keteknikan secara vertikal dan spasial dapat memberikan informasi untuk perencanaan dan pencegahan risiko ancaman amblesan dan likuifaksi pada sedimen cekungan Kuarter Bali Selatan.The rapid development in the coastal area on the Quaternary sedimentary basin of Serangan - Tuban - Tanjung Benoa, South Bali requires attention regarding its subsurface engineering geology and associated geological hazard. This paper presents the characteristics of subsurface sediment from engineering geology related to the potential hazards of subsidence and liquefaction. The utilized methods included geotechnical boring, cone penetration test, geotechnical laboratory tests and engineering geology analysis.  Results showed that the thickness of Quarternary sediment reaches 20 m, consisting of top soil, clay, clayey - silt, intercalation of silt and clayey sand, gravel, coarse sand and limestone as the baserock.  The occurrence of very soft to soft clay, highly plastic with low shear strength at the depth of -0.5 to -10 m, characterized by cone resistance qt< 2 MPa and N-SPT value < 2 is distributed in Serangan – Tuban and indicated to be subsidence prone. Meanwhile the very loose to loose silt-clay of cone resistance qt < 5 MPa and  N-SPT value <10 is distributed in Kedongan – Tanjung Benoa - Serangan, and indicated to be susceptible to earthquake induced liquefaction. The spatial and vertical engineering profiles of the subsurface geology provide valueable information for planning and mitigation of subsidence and liquefaction hazards in the sediment from Quaternary basin of South Bali.  
ANALISIS PETROGRAFI DAN X-RAY DIFFRACTION UNTUK DETEKSI KALSIT NON DESTRUKTIF DARI FOSIL KARANG PORITES ENDAPAN TERUMBU KUARTER KENDARI, SULAWESI TENGGARA Bagus Dinda Erlangga; Dedi Mulyadi; Sri Yudawati Cahyarini
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 26, No 1 (2016)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (633.082 KB) | DOI: 10.14203/risetgeotam2016.v26.263

Abstract

Komposisi utama karang adalah berupa mineral aragonit. Adanya mineral kalsit didalam karang merupakan hasil ubahan (diagenesa) dari mineral aragonit. Diagenesa merupakan proses perubahan nilai kandungan unsur kimia yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan iklim. Dengan mengetahui diagenesa skeleton karang diharapkan dapat merekontruksi iklim masa lalu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana diagenesa yang terjadi pada sampel karang yang diindikasikan dengan persentasi kandungan mineral kalsit. Kandungan kalsit sebagai material diagenesis lebih dari 1% mampu mempengaruhi parameter iklim hasil rekonstruksi data kimia karang. Contoh fosil karang Porites dari endapan karbonat di wilayah Kendari Sulawesi Tenggara yaitu BG2, BG3-B1, dan BG3-C digunakan dalam studi ini. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pada ketiga sampel karang Porites terjadi diagenesa dari aragonit menjadi kalsit (calcitization) baik secara petrografi yang terlihat pada adanya struktur semen kalsit dan secara difraksi XRD diketahui dari adanya perubahan yang terjadi sebesar 0,5 - 2,9%. Contoh fosil BG3-C merupakan yang paling tinggi persentase perubahan aragonit menjadi kalsitnya, yaitu 2,9% dibandingkan dengan dua contoh lainnya (0,5%). Hasil penelitian dari contoh karang ini dapat digunakan sebagai data pendukung untuk studi rekonstruksi iklim ataupun lingkungan dengan menggunakan data proxy geokimia dalam karang. Coral skeleton are mainly consist of aragonite mineral. Calcite mineral content in coral skeleton indicates the alteration of aragonite mineral through diagenetic process. The diagenetic materials (e.g. calcite, secondary aragonite) may influence the climate parameter reconstruction based on coral geochemical proxy. This research aimed to determine the diagenetic material (i.e. calcite amount) content in the fossil Porites coral samples. Porites samples BG2, BG3 B1 and BG3-C from Kendari carbonate terrace were used in this study. XRD analysis and petrographic analysis were used to analyze the amount of calcite mineral. The results show that three samples of Porites corals perform the structure of calcite cement (i.e. based on petrographic analysis) and calcite mineral content range from 0.5% to 2.9% (based on XRD analysis). Porites fossil sample BG3-C has the highest content of calcite mineral (2.9%) and the other two samples (BG2, Bg3-B1) have 0.5% calcite mineral content. The results of this study support further study of climate reconstruction using coral geochemical proxy.
SUMATERA IS NOT A HOMOGENEOUS SEGMENT OF GONDWANA DERIVED CONTINENTAL BLOCKS: A New Sight based on Geochemical Signatures of Pasaman Volcanic in West Sumatera. Iskandar Zulkarnain
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 26, No 1 (2016)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1103.506 KB) | DOI: 10.14203/risetgeotam2016.v26.271

Abstract

Many authors have written and drawn that Sumatra is a homogeneous continental segment because it was constructed by continental blocks derived from Gondwana in different time and periods since initiation of Sundaland in the Triassic. There is an idea to suggest that Sumatra is fully recognized as a continental margin of Sundaland, while another idea draws that Sumatra consists of Sibumasu, West Sumatra Block and continental crust accreted onto Sundaland. However, both ideas have shown that Sumatra is composed of continental blocks. Geochemical signatures of Pasaman volcanic, collected from West Sumatra, using Ta/Yb versus Th/Yb discriminant diagram indicate that the rocks are derived from two different tectonic settings, not only from active continental margin (ACM) but also from oceanic arc tectonic environments. The discrimination becomes more clear and explicit in Yb (ppm) versus Th/Ta diagram where the ACM-derived rocks have Th/Ta ratio between 6-20 while the arc-derived samples show the ratio greater than 20. Identification of the tectonic setting origin of the volcanic can also be done using spider diagrams of selected trace elements, but it is not possible based on spider diagrams of REE. The geochemical signatures of Pasaman volcanic give evidence that Sumatra actually is not a homogenous segment of Gondwana-derived continental blocks, but consists of two different segments including ACM and arc tectonic settings. These evidences strengthen previous studies results in Lampung, Bengkulu and Central Sumatra.  Banyak penulis yang telah menulis dan menggambarkan bahwa Sumatera adalah sebuah segmen benua yang homogen, karena ia disusun oleh sejumlah blok bersifat benua yang berasal dari Gondwana dalam waktu dan periode yang berbeda-beda sejak pembentukan Sundaland pada Zaman Trias. Terdapat pemikiran yang menganggap bahwa Sumatera sepenuhnya dikenali sebagai tepian benua dari Sundaland, sementara itu pendapat lain menggambarkan bahwa Sumatera terdiri dari Sibumasu, Blok Sumatera Barat dan kerak benua yang didorong naik ke atas Sundaland. Namun demikian, kedua pendapat tersebut menunjukkan bahwa Sumatera dibentuk oleh blok-blok benua. Ciri geokimia batuan volkanik daerah Pasaman, yang dikumpulkan dari Sumatera Barat, dengan menggunakan diagram pembeda Ta/Yb terhadap Th/Yb menunjukkan, bahwa batuan-batuan tersebut berasal dari dua lingkungan tektonik yang berbeda, tidak hanya dari tepian benua aktif (ACM), tetapi juga dari lingkungan tektonik busur lautan. Pembedaan itu menjadi lebih jelas dan eksplisit di dalam diagram Yb (ppm) terhadap Th/Ta, dimana batuan-batuan yang berasal dari ACM memiliki rasio Th/Ta antara 6 dan 20, sementara itu conto batuan yang berasal dari lingkungan busur menunjukkan rasio yang lebih besar dari 20. Identifikasi lingkungan tektonik asal dari batuan volkanik dapat juga dilakukan dengan menggunakan diagram laba-laba dari unsur-unsur jejak terpilih, akan tetapi tidak mungkin dilakukan berdasarkan diagram laba-laba dari unsur REE. Ciri geokimia batuan volkanik daerah Pasaman tersebut memberikan bukti-bukti bahwa Sumatera sesungguhnya bukanlah sebuah segmen homogen yang berasal dari blok-blok benua Gondwana, akan tetapi terdiri dari dua segmen berbeda yang mencakup lingkungan ACM dan busur. Bukti-bukti ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya di Lampung, Bengkulu dan SumateraTengah
KARAKTERISTIK SEDIMEN PALUNG LAUT SULAWESI (CORE STA12) BERDASARKAN HASIL PENGAMATAN MEGASKOPIS DAN SIFAT FISIKA DARI PENGUKURAN MULTI-SENSOR CORE LOGGER (MSCL) Marfasran Hendrizan; Rina Zuraida; Sri Yudawati Cahyarini
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 26, No 1 (2016)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1162.674 KB) | DOI: 10.14203/risetgeotam2016.v26.273

Abstract

Karakteristik sedimen yang dikaji pada Core STA12 (120o06.555’ BT, 02o00.911’ LU, kedalaman air laut 4820 m) di palung Laut Sulawesi dianalisis menggunakan pengamatan megaskopis dan pengukuran sifat fisika seperti sifat kemagnetan, perubahan warna, cepat rambat gelombang, dan unsur kimia menggunakan Multi-Sensor Core Logger (MSCL). sedimen yang berwarna lebih gelap terletak pada kedalaman 70-100 cm dan 135-195 yang diselingi oleh sedimen berwarna lebih cerah diantara sedimen yang lebih gelap tersebut. Sedimen yang berwarna gelap ini memiliki sifat fisik nilai L* yang rendah, sifat kemagnetan yang cenderung tinggi, rasio normalisasi (K/Ca) yang rendah, dan kecepatan transmisi gelombang P yang tinggi. Keberadaan elemen terrestrial seperti Ti, Fe, K, dan Mn yang cenderung rendah pada sedimen yang berwarna lebih gelap. Namun sedimen yang lebih cerah memiliki karakter sedimen sebaliknya dengan nilai L* yang tinggi, sifat kemagnetan yang cenderung rendah, rasio normalisasi (K/Ca) yang tinggi, dan kecepatan transmisi gelombang yang rendah. Karakteristik sedimen pada core STA12 ini diduga terkait jumlah pasokan input terrestrial dari wilayah Kalimantan atau Filipina. Selain itu, intensitas airlindo yang melewati core STA12 juga kemungkinan mempengaruhi karakteristik sedimen di wilayah ini. Sediment characteristic was examined in Sulawesi Sea trench, core STA12 (120o06.555’ E, 02o00.911’ N, water depth 4820 m). This core was analyzed using megascopic observation and physical properties measurement i.e. magnetic susceptibility, color change, P-Wave velocity, and chemical elements using Multi-Sensor Core Logger (MSCL). The darker sediments located at the depth of 70-100 cm and 135-195 cm was alternated by the brighter sediment in between their darker sediments. The darker sediments posses the physical properties i.e. low L* value, high magnetic susceptibility, low normalized ratio of (K/Ca), and high P-wave velocity. The occurrence of terrestrial elements (Ti, Fe, K, and Mn) indicates low characteristic in the darker sediments. In contrast, the brighter sediments show the physical properties i.e. high L* value, low magnetic susceptibility, high normalized ratio of (K/Ca), and low P-wave velocity as well as higher characteristic of terrestrial elements. The sediment characteristic at core STA12 is supposed due to the amount of terrestrial input from Kalimantan and Philippine. Besides, the Indonesian throughflow (ITF) passed the location core STA12 may influence the sediment characteristic in this area.
MINERALOGI DAN GEOKIMIA BATUGAMPING MERAH PONJONG, GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA – INDONESIA Didik Dwi Atmoko; Anastasia Dewi Titisari; Arifudin Idrus
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 26, No 1 (2016)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1739.133 KB) | DOI: 10.14203/risetgeotam2016.v26.269

Abstract

Batugamping berwarna merah yang tersebar secara setempat-setempat dan berasosiasi dengan batugamping berwarna putih hingga abu-abu yang dijumpai di Daerah Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, termasuk dalam Formasi Wonosari-Punung. Batugamping tersebut perlu diteliti karakteristik mineralogi dan geokimianya, yang sangat diperlukan dalam memahami genesa batugamping di daerah tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah data khususnya batugamping di daerah penelitian maupun Formasi Wonosari-Punung di daerah Pegunungan Selatan. Pengamatan petrografi dan XRD pada batugamping merah menunjukkan hadirnya mineral kalsit, kuarsa, siderit, hematit, dan titanit. Analisis geokimia oksida mayor batugamping merah memperlihatkan tren pengkayaan senyawa SiO2, TiO2, Fe2O3 dan MnO yang diinterpretasikan berhubungan dengan kehadiran mineral-mineral titanit (CaTiSiO5), siderit (FeCO3), hematit (Fe2O3), dan diduga rodokrosit (MnCO3). Mineral-mineral tersebut mempunyai karakteristik warna coklat kekuningan, merah muda sampai merah sehingga dimungkinkan dapat memberikan warna merah pada batugamping. Ada tiga proses yang diinterpretasi berperan dalam genesa batugamping merah Ponjong yaitu pengaruh material terigenus yang mengandung oksida SiO2, Al2O3, Fe2O3, dan TiO2 saat pengendapan batugamping, proses diagenesis oleh air meterorik yang mengkayakan senyawa Fe2O3 dan proses bekerjanya larutan hidrotermal.Red limestone, which is sporadically distributed and associated with white to grey limestone is located in Ponjong area, Gunungkidul District, Daerah Istimewa Yogyakarta. This limestone belongs to the member of Wonosari-Punung Formation. It is necessary to study the mineralogy and geochemistry chracteristics, which are important in understanding the genesis of the limestone. The result of this study might add the geological data for limestone in this study area and Wonosari-Punung Formation as well. The petrographical observation and X-ray diffraction results of red limestone indicated the presence of calcite, quartz, siderite, hematite and titanite. Major element analysis of the red limestone showed enrichment of SiO2, TiO2, Fe2O3 and MnO, which have considered to have relation to the presence of titanite (CaTiSiO5), siderite (FeCO3), hematite (Fe2O3), and rhodochrosite (MnCO3) in the red limestone. The minerals are typically yellowish brown, pink to red in colour, and are therefore interpreted to be responsible in giving red colour of the limestone. There are three processes that are considered in the genesis of the Ponjong red limestone, which are: impact of terrigenous material when deposition of the limestone, diagenesis process of meteoric water that enriched Fe2O3, and processof hidrotermal fluid activity. 
TEKSTUR DAN ZONASI ENDAPAN URAT EPITERMAL DAERAH CIHONJE, KECAMATAN GUMELAR, KABUPATEN BANYUMAS, JAWA TENGAH Isyqi Isyqi; Mochammad Aziz; Arifudin Idrus
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 26, No 1 (2016)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2453.821 KB) | DOI: 10.14203/risetgeotam2016.v26.258

Abstract

Daerah Cihonje dan sekitarnya memiliki sistem mineralisasi epitermal yang ditandai dengan kehadiran endapan urat. Endapan urat epitermal terbentuk karena proses pengisian rongga (cavity filling) oleh larutan hidtrotermal. Identifikasi karakteristik endapan urat epitermal perlu dikaji lebih mendalam karena dapat mempermudah kegiatan eksplorasi logam mulia maupun logam dasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik tekstur urat yang berkembang serta menentukan zona mineralisasi logam mulia dan logam dasar daerah penelitian. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini  adalah analisis slab urat, analisis petrografi, analisis mineragrafi serta analisis kadar logam mulia dan logam dasar pada endapan urat dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS). Hasil penelitian menunjukkan tekstur urat di daerah penelitian dibedakan menjadi empat kelompok yaitu kelompok Lattice Bladed, Cockade, Saccharoidal, dan kelompok Sulfide Banded-Disseminated Sulfide. Tekstur urat yang mengandung logam mulia (emas, perak) terdapat di dalam Zona Super Crustiform – Colloform (CC), sedangkan tekstur urat yang mengandung logam dasar terdapat di dalam Zona Super Crystalline Quartz (X). Hasil analisa mineragrafi menunjukkan kandungan mineral logam yang berasosiasi dengan endapan urat di daerah penelitian adalah pirit, kalkopirit, arsenopirit, sfalerit, galena, emas, dan perak. Hasil analisa AAS menunjukkan kadar emas pada urat di daerah penelitian mencapai 83 ppm. Hal itu membuktikan bahwa daerah penelitian merupakan tempat akumulasi logam mulia dari sitem mineralisasi epitermal yang terjadi. Cihonje and surrounding area have epithermal mineralization system, which is identified by the existence of vein deposits. Epithermal vein deposits are formed by cavity filling of hydrothermal solution. Epithermal vein deposit characteristics need to be identified due to its functionality to localize the precious metal and base metal deposits. This research aimis  to understand the characteristic of vein deposit in this research area. The method used are slab vein analysis, petrography, mineragraphy, and Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS). Vein textures in research area are divided into four groups, which are Lattice Bladed Group, Cockade group, Saccharoidal Group, and Sulfide Banded – Disseminated Sulfide group. Vein textures that contain precious metal (gold, silver) is located in the Superzona Crustiform - Colloform (CC). And veins that contain base metal is located in the superzona Crystalline quartz. The mineragraphy analysis showed that vein deposits in this research area has been associated with Pyrite, Chalcopyrite, Arsenopirite, Sphalerit, Galena, Gold, and Silver. The results of AAS analysis showed that vein sample has 83 ppm Au content. That indicated that the research area is the zone of the precious metal accumulation.

Page 1 of 1 | Total Record : 6